Stres selama kehamilan bisa memiliki dampak yang serius pada kesehatan anak yang belum lahir. Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa stres yang dialami oleh ibu selama kehamilan dapat meningkatkan risiko epilepsi pada anak.
Epilepsi adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan kejang yang terjadi secara tiba-tiba dan berulang. Penyebab epilepsi sendiri masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor risiko seperti genetik, cedera kepala, dan gangguan perkembangan otak telah diketahui dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami epilepsi.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports ini melibatkan lebih dari 1,4 juta anak yang lahir di Swedia antara tahun 1982 dan 2010. Para peneliti menemukan bahwa anak yang lahir dari ibu yang mengalami stres selama kehamilan memiliki risiko 36% lebih tinggi untuk mengembangkan epilepsi dibandingkan dengan anak yang lahir dari ibu yang tidak mengalami stres.
Stres selama kehamilan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti masalah keuangan, konflik dalam hubungan, atau tekanan pekerjaan. Ketika seorang ibu mengalami stres, hormon stres seperti kortisol dapat memengaruhi perkembangan otak janin dan sistem sarafnya, yang kemudian dapat meningkatkan risiko gangguan neurologis seperti epilepsi.
Meskipun hubungan antara stres selama kehamilan dan risiko epilepsi pada anak masih perlu diteliti lebih lanjut, namun penting bagi para ibu hamil untuk menjaga kesehatan mental dan emosional mereka selama kehamilan. Berbagai metode dapat digunakan untuk mengurangi stres selama kehamilan, seperti olahraga ringan, meditasi, atau terapi bicara dengan ahli kesehatan mental.
Kesehatan dan kesejahteraan janin sangat bergantung pada kondisi ibu selama kehamilan. Dengan menjaga stres selama kehamilan tetap terkendali, kita dapat membantu mengurangi risiko gangguan neurologis pada anak yang akan lahir. Oleh karena itu, penting bagi para ibu hamil untuk mendapatkan dukungan dan perawatan yang memadai selama masa kehamilan mereka.